Senin, 17 Oktober 2011

Mendaki Puncak Kenikmatan


Sebelumnya aku memohon maaf karena didalam cerita ini nama dan kota adalah samaran, karena sekarang aku adalah seorang enterteiner yang pasti anda kenal. Aku adalah seorang Pria dan panggil saja aku Rian. sewaktu SMA aku sangat nakal dan gila akan adventure. dan Inilah ceritaku yang nyata…
dikota itu aku sangat terkenal karena aku memimpin sebuah kelompok pecinta misteri alam yang diakui, sehingga tak sedikit orang yang memujaku.
aku memiliki seorang kekasih bernama Reni, tentunya sex bukanlah hal tabu untuk kami berdua dan dia selalu ikut kemanapun aku pergi termasuk ketoilet karena aku tinggal sendiri dirumah orang tuaku sedangkan dia adalah seorang wanita mandiri yang saat itu telah berusia 23tahun dan memiliki karir yg bagus.
Reni juga seorang gadis pemanjat tebing yang hebat, sehingga pada akhirnya dia menjadi pacarku. dia memiliki tubuh yang sangat indah dan terlihat sangat feminim, sebenarnya dia lebih pantas menjadi model atau artis. Reni memiliki seorang adik angkat bernama Bunga (ins), Bunga adalah seorang anak broken home yg lugu, Reni mengasuhnya sejak berumur 14tahun sampai aku mengenalnya saat dia telah berumur 17 tahun.
hingga pada suatu hari aq harus pergi kesalah satu hutan yang paling berbahaya disebuah kota dikepulauan itu, Reni tak dapat ikut bersamaku karena dia harus keluar negri jadi dia menyuruh Bunga untuk pergi denganku dan teman2ku yang lain. sebelumnya Bunga juga sering ikut bersama kami dan dia termasuk gadis yang tangguh untuk medan adventure.
kamipun pergi, Bunga yang menganggapku seperti kakaknya juga tak merasa risih ataupun takut sama sekali, padahal dia perempuan satu2nya saat itu karena misi ini sedikit berbahaya aku tak mengajak anggota lain dan hanya membawa 4 temanku yang benar2 hebat dalam adventure.
singkat cerita, terjadi sesuatu hal yang membuatku luka parah dan nyaris mati.
Bungalah yang menjagaku didalam tenda berdua sedangkan temanku yang lain sedang berpencar untuk mencari apa yang ingin kami temukan disitu.

Demi Hidup Aku Rela Menjadi Pemuas Nafsu


Citra gadis yang malang penuh dengan siksaan dan paksaan orang tua, yang akhirnya terjun kedunia hitam jadi bulan-bulanan nafsu sex para lelaki hidung belang. Rahmah tidak tahu kemana lagi mengadukan nasipnya, hanya di benaknya bagaimana bisa makan dan tidur. Citra coba-coba ingin merubah nasip menjual diri di café-café dengan. Hal ini Citra menceritakan kisahnya pada penulis.

Di suatu malam yang sangat dingin, hujan grimis mengguyur tubuh penulis yang saat itu melintas di ruas Jalan Marelan tiba-tiba tidak di sengaja terlihat seorang gadis yang menggunakan gaun tembus pandang. Tubuhnya yang mungil dan cantik di terpa angin yang kencang. Sekali-sekali dirinya menggigil menahan dinginnya cuaca malam itu. Penulis yang masih terus penasaran melihat tindakan gadis tersebut. Terlintas juga dalam benak penulis “gadis cantik seperti itu lagi ngapain di muka cafe ? sementara di dalam café pengunjung sepi ” inilah yang terlintas dalam benak penulis.


Akhirnya penulis mencoba memberanikan diri menyapa gadis yang memakai baju warna putih tembus pandang. “Hai… lagi ngapain mbak ? dia mejawab dengan Citra ” ngga ada, cuman nongkorong doang.” Selanjutnya penulis mengenalkan diri pada gadis cantik tersebut mengaku namanya “Citra”. Kurang lebih limabelas menit dimuka café, penulis mengajak gadis itu kedalam café. Sesampainya dalam café penulis menanyakan “Citra minum apa ? ” dijawabnya terserah apa aja bang. Pelayan café juga tiba di muka kami, yang tidak kalah sexsi dan cantiknya dari Citra memakai rok mini di atas lutut. Pelayan café sangat Citra juga genit, sekali-sekali tangannya suka menggoda dan merabah-rabah paha pengunjung.

Hujan grimis masih membasahi jalan raya, cuacapun semakin dingin, pengunjung café sudah kosong, tinggal kami berdua dan dua orang pelayan café, saat itu jam 1.30 Wibb. Citra yang dari tadi hanya tertunduk sepertinya butuh perhatian, sekali-sekali Citra menebarkan senyum yang menggoda.

Panjang lebar cerita hujanpun tidak kunjung berhenti, minuman Jus sudah habis, pemilik café menyhiapkan barang-barangnya untuk tutup. Citra mulai buka cerita dengan sifat yang agak malu-malu, sambil mengatakan “bang cafenya sudah maututup kita cek in yo? ” mendengar ajakan Citra penulis terdiam sejenak. Citra sepertinya tidak habis pikir, kenapa saya tidak mau menjawabnya. Citra bertanya lagi ” bang ayo donk…! aku mau cerita lebih jauh lagi ama abang. Akhirnya aku kabulkan ajakan Citra karena penuh dengan harapan akan mendapat cerita dari Citra.

Akhirnya kami bergegas mau pergi, pemilik café langsung menegur “abang mau pulang ? aku jawab ia tante. Nanti sakit, inikan masih hujan…! Aku jawab “kayaknya hujannya ini lama tante”. Kami pulang tante ? di jawabnya ia…! Hati-hati di jalan licin bang. Aku jawab lagi ia tante.